Showing posts with label Struktur Beton. Show all posts
Showing posts with label Struktur Beton. Show all posts

Friday, 7 August 2015

Pengecoran di Lapangan (Cast in Situ)

Pengecoran merupakan salah satu tahap yang krusial dalam suatu proses konstruksi, apalagi untuk bangunan yang struktur utamanya tersusun atas material beton, dimana dalam hal ini tidak menggunakan beton pre-cast alias beton cast in situ.

Kunci kekuatan struktur beton terletak pada penulangan dan tercapainya mutu beton sesuai dengan desain. Dan, kunci ini bergantung pada pekerjaan di lapangan (tentu saja secara desain sudah harus dinyatakan kuat), terutama pengawasan pada hal berikut :
  1. Mutu bahan pembantu, dalam hal ini seperti mutu bahan bekisting (form work)
  2. Cara pencampuran material penyusun beton (mixing)
  3. Penuangan beton (casting)
  4. Pemadatan (compacting)
  5. Perawatan beton (curing)
Berikut rangkuman umum pekerjaan pengecoran beton dari persiapan hingga proses pengecoran beton di lapangan  :

1.  Mix design formula

Pelaksana (kontraktor pelaksana) harus membuat mix design formula beton. Metode pekerjaan pencampuran beton (untuk beton normal) dapat mengacu pada SK SNI T-15-1990-03. Umumnya biaya yang timbul untuk lingkup pekerjaan mix design formula beton ini sudah termasuk dan menjadi tanggung jawab kontraktor pelaksana.  
Mutu beton hasil mix design formula tersebut harus dibuktikan dengan tes sampel beton, dimana pembuatan sampel uji betonnya dapat mengacu pada PBI 1971. Laporan hasil uji sampel beton berdasarkan mix design tersebut harus sudah diterima oleh konsultan/tim teknis sebelum pekerjaan dimulai. 

Harus dipastikan material yang digunakan dalam mix design merupakan material yang nantinya akan digunakan dalam campuran beton pada saat konstruksi. 

Pembuatan mix design harus cepat dilakukan untuk antisipasi jika material yang akan digunakan tidak layak secara kualitas, maupun kuantitas, sehingga dapat dicari material dari tempat lain. 

Sebagai catatan, dalam mix design formula yang disampaikan, selain berisi keterangan material yang digunakan dan berapa proporsi campuran dalam 1 m3 beton (atau biasanya proporsi terhadap 1 zak semen), juga harus berisi laporan pengujain materialnya, mulai dari pemeriksaan gradasi, kandungan lumpur, air yang akan digunakan, yang semuanya harus memenuhi ketentuan dalam PBI 1971.


Penerimaan hasil mix design formula beton, ditulis pada artikel terpisah.

2.  Persiapan dan pemeriksaan material 

Setelah mix design dilakukan dan memenuhi mutu beton yang disyaratkan, pekerjaan dilanjutkan pada fase persiapan material di lapangan. Persiapan tersebut meliputi proses pembersihan lahan, pembuatan lantai kerja, penyediaan material penyusun beton (mulai dari semen, agregat kasar dan halus, bahan tambahan bila ada) sesuai dengan mix design beton yang sudah dilakukan, baja tulangan, material bekisting, hingga alat konstruksi (mulai dari mixer pengaduk beton, serta alat pembantu lainnya).

Setelah material tiba di lokasi material harus diperiksa, tujuannya untuk menjamin material sesuai dengan mutu yang disyaratkan serta menujang kelancaran tahapan konstruksi berikutnya. 

Berikut beberapa point pemeriksaan dan pengawasan yang dilakukan :

2.1  Material semen

Jenis material semen yang disediakan di lokasi harus sesuai dengan material semen yang digunakan pada mix design. Pada 1 proyek umunya harus menggunakan 1 merek semen yang sama, kecuali dengan kondisi harus mengganti merek semen karena ketiadaan material di lokasi. Penggantian merek semen harus diikuti dengan melakukan mix design ulang.

Bagaimana penyimpanan semen? Berikut point utama metode penyimpanan semen di lokasi proyek :


Metode penyimpanan semen yang tidak tepat

  1. Semen harus disimpan dalam gudang tertutup dan terlindung dari air, berventilasi, tidak menempel lantai atau tanah (berada sekitar 30 cm dari permukaan) untuk mencegah kerusakan semen (semen yang menempel permukaan akan lembab dan menggumpal atau mengeras yang akhirnya tidak bisa dan tidak boleh digunakan dalam campuran beton). 
  2. Kantong semen tidak boleh ditumpuk lebih dari 10 lapis. 
  3. Penyimpanan semen harus dilakukan terpisah untuk setiap pengiriman serta harus dipakai sesuai urutan pengirimannya. Artinya, semen yang datang ke lokasi lebih dulu, semen itu digunakan lebih dulu juga.
  4. Semen-semen yang menggumpal, sweeping, tercampur dengan kotoran-kotoran, kena air, atau lembab tidak boleh digunakan dalam campuran beton.
Semen yang rusak akibat penyipanan yang tidak tepat

Terkait dengan urutan penggunaan semen yang sudah disimpan, pertimbangan semen yang datang pertama harus segera digunakan :
  1. Semakin lama penyimpanan, potensi kerusakan semakin besar (menggumpal, robek, lembab).
  2. Semakin lama semen disimpan, semakin turun mutu beton yang bisa dihasilkan.
Korelasi kuat tekan beton dan lama penyimpanan semen

2.2  Agregat kasar dan halus

Kualitas dan asal agregat kasar yang digunakan harus sesuai dengan yang tercantum laporan dalam mix design beton yang sudah dilaksanakan sebelum pelaksanaan pengecoran. Pemeriksaan di lapangan dilakukan untuk memeriksa kondisi fisik dan kuantitas material. 

Untuk agregat kasar, butiran maksimum berukuran 2,5 cm dan jumlahnya dibatasi tidak lebih dari 25% dari volume material beton yang bersangkutan. Sedangkan agregat halus, harus bebas dari lumpur.

Sama seperti dengan semen, dalam 1 proyek diharuskan menggunakan 1 sumber bahan material yang sama. Penggunaan material yang berbeda dimungkinkan menghasilkan mutu beton yang berbeda pula.  Karena itu, pengecekan ketersediaan material mutlak dilakukan sebelum pegecoran dilakukan dan material dikirim.

Metode penyimpanan material, antar agregat tidak boleh tercampur dan harus terbebas dari material lain (misalnya tercampur sampah).

 2.3  Baja tulangan

Semua material tulangan, baik itu tulangan polos, ulir dan wiremesh, wajib dilakukan pemeriksaan mutu maupun kondisi fisiknya, dengan cara :
  1. Mutu tulangan dinyatakan dengan sertifikat uji tarik (mill certificate) yang dikeluarkan oleh produsen per-batch produksi (bila tidak ada sertifikat tersebut, harus dilakukan uji tarik). Sertifikat hasil uji tersebut harus diserahkan sebelum tulangan dikirim ke lokasi proyek, untuk menghindari ketidaksesuaian spesifikasi dan akhirnya diharuskan melakukan pengiriman ulang.
  2. Tulangan yang tiba di lokasi proyek harus dicocokkan dengan mill certificate yang diberikan, dengan cara mencocokkan name plate yang ada pada tulangan, apakah cocok dengan yang tertera pada mill certificate atau tidak. Name plate ini umumnya berupa kode yang mencantumkan merek, mutu, serta jenis tulangan.
  3. Diameter tulangan dicek secara acak, dengan mengambil sampel dari keseluruhan material yang dikirim ke lokasi. Pemeriksaan diameter sampel tulangan dilakukan di posisi kedua ujung dan tengah tulangan, dan dihitung rata-ratanya. Toleransi diameter mengacu pada SNI 07-2052-2002 tentang Baja Tulangan Beton
  4. Sebelum tulangan digunakan, permukaan tulangan harus bersih dari karat, minyak, atau bahan lain yang dapat mengurangi daya lekat tulangan dengan beton.
Untuk pemeriksaan material tulangan ulir, pemeriksaan 'rusuk' tulangan dilakukan lebih detail, dengan cara :  
  • posisi rusuk letaknya miring terhadap poros batang
  • mempunyai lintasan berbentuk sabit yang rata
  • tinggi rusuk ≥ 0,05 Ø tulangan 
  • jarak sumbu ke sumbu rusuk ≤ 0,7 Ø tulangan 
  • sudut antara rusuk dengan poros batang 45º 

Pengecekan diameter tulangan ulir D16

Perlu diingat bahwa yang dinyatakan diameter tulangan ulir adalah pada posisi 'polosnya', bukan pada posisi 'ulirnya atau rusuknya'.

Tulangan dengan karat, harus dicek sebagai berikut :
  • kondisi karat, apabila digosok dengan amplas tidak meninggalkan cacat pada permukaan tulangan (merubah diameter tulangan) atau disebut karat ringan, dapat diabaikan
  • apabila karat tersebut meninggalkan cacat pada tulangan, bagian tersebut harus dicek diameter tulangan apakah masih memenuhi batas toleransi seperti tercantum dalam SNI Baja Tulangan Beton
  • prosentase toleransi karat pada tulangan yang bisa diterima mengacu pada SNI Baja Tulangan Beton


Cara penyimpanan tulangan yang buruk

Penyimpanan tulangan dilakukan dengan meletakkan tumpuan di bawah tulangan agar tidak menyentuh permukaan dan menutup tumpukan tulangan (ditutup terpal) untuk menjaga serta mengurangi pengaruh cuaca yang berpotensi menimbulkan karat pada tulangan. Penyimpanan tulangan lebih baik dipisahkan berdasarkan diameter yang digunakan, untuk kemudahan pengecekan jumlah ketersediaan dan penggunaan tulangan. 

Apabila dari hasil pengecekan di lapangan diperoleh tulangan yang tidak memenuhi spesifikasi mutu yang disyaratkan, maka dilakukan alternatif :
  1. Pengiriman ulang tulangan sesuai dengan spesifikasi mutu yang disyaratkan.
  2. Konversi atau penyesuaian luasan tulangan, antara tulangan aktual di lapangan terhadap tulangan sesuai spesifikasi mutu yang disyaratkan (dengan persetujuan dan pertimbangan teknis).
  3. Konversi tidak boleh digunakan untuk mengganti tulangan ulir dengan tulangan polos dengan jalan menambah luasan tulangan.
Tulisan tentang konversi tulangan beton, ditulis pada artikel terpisah.

2.4  Air 
 
Air  untuk  campuran dan pemeliharaan beton harus dari air bersih dan tidak mengandung zat-zat yang dapat merusak beton. Zat yang merusak beton, dalam hal ini sesuai dengan yang diatur dalam PBI 1971 pasal 3.6, artinya tidak mengandung minyak, asam, garam.

2.5  Material bekisting 

Bekisting harus berasal dari material yang kuat, artinya tidak mudah berubah bentuk pada saat beton dituang dan kedap air, tidak bocor dan tidak menyerap air dari campuran beton. Secara praktis, bahan bekisting dapat dibuat dari papan kayu kelas II yang cukup kering dengan tebal minimum 2 cm atau panel-panel plywood dengan tebal minimum 12 mm.

Berikut tabel komparasi beberapa material beksiting :


Komparasi material bekisting

Kontrol kualiatas pemasangan bekisting, sebagai berikut :
  1. Pemasangan bekisting harus rapi dan kaku sehingga setelah dibongkar memberikan bidang rata dan hanya memerlukan sedikit penghalusan.
  2. Celah-celah papan bekisting harus rapat, sehingga pada waktu pengecoran tidak ada air adukan yang keluar (bleeding). 
2.6  Bahan Tambah
Pengertian secara bahan tambah (adimixture) berdasarkan ACI (American Concrete Institute) adalah material selain air, agregat (kasar maupun halus) dan semen yang dicampurkan dalam beton yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan berlangsung.
Tujuan penggunaan bahan tambah dalam campuran beton untuk meingkatkan kualitas beton, meliputi :
  1. Meningkatkan performa beton, misalnya ketahanan beton terhadap asam.
  2. Meningkat mutu beton, untuk mencapai nilai kuat tekan tinggi.
  3. Meningkatkan kemudahan pekerjaan (workability), misalnya dengan memperpanjang waktu setting sehingga memudahkan dalam penuangan dan pembetukan beton dalam cetakan.
  4. Dan lain sebagainya
Bahan tambah itu sendiri dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
  1. Bahan tambah kimia, misalnya bahan tambahan cairan kimia yang ditambahakan untuk mengendalikan setting time.
  2. Bahan tambah mineral, merupakan mineral tambahan yang berupa bahan padat dihaluskan seperti fly ash dan silika fume. 
Sebagai contoh, jenis bahan tambah yang digunakan pada campuran beton untuk meningkatkan ketahanan beton terhadap asam, digunakan bahan tambah kimiawi produk dari SIKA yang merupakan kombinasi dari dua tipe yang digunakan bersamaan yaitu :
  • SIKAFume, dengan dosis 5% dari berat semen yang digunakan.
  • SIKAment-LN, dengan dosis 1% dari berat semen yang digunakan.
Pedoman dalan penggunaan bahan tambah dalam campuran beton adalah :
  1. Sudah dilakukan trial mix beton dengan bahan tambah tersebut untuk mendapatkan kadar campuran beton yang diperlukan. Dan hasil pengujian trial mix tersebut memenuhi semua aspek beton yang dipersyaratkan, baik dari kuat tekan maupun karakteristik beton lainnya.
  2. Penggunaan bahan tambah harus sesuai dengan petunjuk teknis dari pabrik pembuat.
  3. Bahan tambah yang digunakan dalam campuran beton tidak boleh memperlemah kekuatan beton dan harus merupakan jenis bahan tambah yang khusus dicampurkan ke dalam adukan beton (tepat peruntukannya).
  4. Material bahan tambah yang dikirim ke lapangan harus dicocokkan dengan material yang digunakan alam trial mix beton, baik tipe dan merk nya. 

3.  Pekerjaan Pembetonan

Setelah semua material penyusun beton dinyatakan memenuhi spesifikasi teknis yang dipersyaratkan, tahapan selanjutnya ada pekerjaan pembetonan. Tahapan pekerjaan ini meliputi pekerjaan bekisting, penulangan, pengadukan beton, penuangan dan perawatan beton setelah dituang.

3.1  Pekerjaan Bekisting (form work)

Sistim bekisting adalah pembentuk dan acuan cetakan beton sementara, namun perannya sangat vital dalam menjamin kualitas akhir beton, terutama dalam hal dimensi. Karena, penyusutan dimensi beton akibat beiksting yang buruk dapat mengakibatkan perlemahan kekuatan struktur beton.


Pabrikasi Bekisting

Syarat sistem bekisting sebagai penopang adukan beton :
  1. Sistem bekisting yang digunakan tidak boleh bocor, cukup kuat, dan kaku sehingga tidak berubah bentuk (tidak boleh melendut).
  2. Permukaan bekisting harus halus dan rata, tidak boleh ada lekukan dan lubang-lubang.
  3. Sambungan-sambungan pada bekisting harus lurus dan rata dalam arah horizontal maupun vertikal bila digunakan untuk permukaan yang tidak diplester (exposed concrete).
  4. Bekisting harus mudah dibongkar tanpa merusak permukaan beton.
  5. Struktur tiang penyangga harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga cukup kuat dan kaku, tidak berubah bentuk dan kedudukannya selama pengecoran dilakukan.
Waktu minimum selesainya pengecoran beton sampai dengan pembongkaran bekisting dari bagian-bagian struktur harus ditentukan dari percobaan-percobaan kubus benda uji yang memberikan kuat desak minimum yang dipersyartakan. 

Secara teori acuan pembongkaran bekisting saat tercapainya kuat tekan beton untuk menahan berat sendiri elemen struktur tersebut. Jangka waktunya ditentukan dari hasil uji sampel beton pengecoran di lapangan.

Waktu pelepasan bekisting secara praktis disajikan dalam tabel berikut :


Acuan Waktu Pembongkaran Bekisting

3.2  Pekerjaan Penulangan
 
Pabrikasi Tulangan

 Pedoman pekerjaan pabrikasi tulangan di lapangan meliputi :
  1. Pemasangan tulangan, pembengkokan tulangan, sambungan, dan pemasangan sengkang harus sesuai dengan acuan standar yangi digunakan, sperti : PBI 1971 dan SK SNI T-15-1991-03.
  2. Pemasangan tulangan (baik jumlah, diameter, dan jarak tulangan yang digunakan) harus sesuai dengan gambar desain.
  3. Tulangan beton harus diikat dengan kuat menggunakan kawat beton untuk menjamin agar tulangan tersebut tidak berubah tempat selama pengecoran.
  4. Tulangan penyangga (kaki ayam / propping stirup) harus dipasang setiap jarak 1 m pada struktur beton yang memiliki tulangan atas dan bawah pada daerah penulangan yang luas, contohnya penulangan pada jalan, lantai, blok pondasi. Hal ini bertujuan untuk memastikan agar tidak terjadi lendutan pada tulangan atas.
  5. Tulangan pinggang / antara harus dipasang pada struktur yang memiliki jarak lebih dari 600 mm antara tulangan atas dan bawah. Tulangan pinggang / antara harus memiliki diameter minimal sama dengan tulangan atas dan / atau bawah yang dihubungkan.
  6. Beton decking dipasang antara tulangan dan bekisting untuk menjaga jarak antara tulangan dan bekisting sehingga didapatkan selimut beton dengan ketebalan yang diinginkan. Beton decking harus dibuat dari bahan dengan kekuatan minimal sama dengan beton utama yang akan dicor, dan harus dilengkapi dengan kawat beton.
3.3  Persiapan Pengecoran

Sebelum pekerjaan pengecoran beton dimulai, semua alat pengaduk dan pengangkut beton harus dalam keadaan bersih serta siap untuk dipakai.

Tulangan-tulangan yang telah dipabrikasi harus sudah terpasang dengan baik sesuai dengan gambar desain begitu pula dengan pemasangan bekisting.

Permukaan sebelah dalam dari bekisting harus sudah dibersihkan dari bahan-bahan lepas, kotoran-kotoran, maupun potongan kawat / besi. Khusu untuk material bekisting yang terbuat dari kayu, di mana dikhawatirkan adanya pengisapan air oleh kayu, harus terlebih dahulu dibasahi hingga jenuh.


3.4  Pencampuran Beton (concrete mixing)

Proporsi material beton harus dicampur mengacu pada hasil trial mix yang sudah dilakukan, baik untuk material semen, agregat, air dan bahan tambah lainnya. Untuk itu, evaluasi penerimaan hasil trial mix beton merupakan salah 1 peran penting dalam menentukan kualiatas beton di lapangan.

Pencampuran beton harus menggunakan concrete mixer. Mixer harus dibersihkan dan dicuci setiap selesai pekerjaan pembuatan beton. Dalam hal ada sisa beton dalam concrete mixer, pencampuran kembali beton yang sudah mengeras tidak diizinkan.

Untuk menjamin kelancaran pekerjaan pencampuran semen, harus dilakukan :

  1. Memastikan ketersediaan air untuk pengecoran, misalnya apakah harus membuat bak penampung karena sumber air jauh.
  2. Menyiapkan bak ukur (Dolak), dibuat sesuai dengan ukuran berdasarkan perhitungan trial mix beton. Bak ukur ini akan dipergunakan sebagai takaran pada proses pencampuran material beton.
  3. Mengatur penempatan material (semen, agregat dan bahan tambah) dan juga penempatan concrete mix untuk kemudahan mobilisasi material dalam proses pencampuran beton.
  4. Memastikan  kondisi peralatan dalam keadaan baik dan layak pakai.

Terkait dengan penggunakan concrete mixer, hal-hal yang harus menjadi pedoman :

  1. Bagian dalam dari wadah alat pengaduk harus cukup basah, sehingga tidak menambah atau mengurangi faktor air semen dalam campuran beton.
  2. Material agregat yang digunakan, seperti pasir dan kerikil, harus dalam keadaan SSD (saturated surface dry) untuk menjada agar nilai faktor air semen yang tetap untuk setiap pengadukan.
  3. Concrete mixer tidak boleh diisi melebihi kapasitasnya, karena akan menyebabkan bahan tumpah sehingga proporsi campuran beton menjadi tidak tepat. 
  4. Lamanya waktu pengadukan sesuai kapasitas concrete mixer, dapat mengacu pada tabel berikut :
Waktu Pengadukan Concrete Mixer
  
3.5  Penuangan Beton

Beton dapat dituang setelah dilakukan pemeriksaan dan disetujui hasil pekerjaan bekisting, tulangan, dan lain-lain. 

Point utama yang harus diperhatikan pada saat penuangan beton ke dalam bekisting antara lain :

  1. Kekentalan (konsistensi) adukan beton harus terus-menerus diawasi dengan melakukan slump test pada setiap campuran beton baru.
  2. Adukan beton harus sudah dicor dalam waktu kurang dari 30 menit setelah pengadukan dengan air dimulai.
  3. Beton tidak boleh dijatuhkan bebas dari ketinggian lebih dari 1,5 m. Jika pengecoran dilakukan dengan tinggi jatuh lebih besar dari 1,5 m harus menggunakan alat bantu pipa tremie. Pengecoran harus dilaksanakan dengan menghindari terjadinya segregasi dan menjamin satu pengecoran yang tidak terputus. Pengecoran tidak boleh mengakibatkan perubahan posisi tulangan.
  4. Pengecoran harus dilakukan sebaik mungkin dengan menggunakan alat penggetar untuk menghasilkan beton yang padat (tidak keropos) dan harus dihindarkan terjadinya cacat beton yang dapat memperlemah konstruksi.
  5. Alat penggetar harus masuk dalam arah tegak lurus. Penggetaran tidak boleh dilakukan terlalu lama (overvibration), karena dapat menyebabkan terjadinya segregasi. Dan penggetaran tidak boleh dilakukan pada beton yang telah mengalami initial setting karena beton akan menjadi plastis akibat getaran.
Metode umum penuangan beton pada elemen struktur kolom, balok dan pelat lantai, sebagai berikut :
  1. Penuangan beton pada elemen kolom dilakukan melalui pipa penghantar (tremie) sampai di bawah kolom. Bila penuangan dilakukan dari atas dengan ketinggian penuangan mencapai 3 – 4 m, beton yang dituang akan menumbuk tulangan dan bagian dasar, menyebabkan agregat kasar terlempar keluar dari adukan sehingga terjadi segregasi. Bila tidak menggunakan tremie, pengecoran dilakukan melalui bukaan di dinding bekisting bagian bawah untuk mengurangi tinggi jatuh penuangan.
  2. Pada elemen struktur balok dan pelat lantai, penuangan sebaiknya dilakukan berlawanan terhadap arah pengecoran atau menghadap beton yang telah dituang.
3.6  Pemadatan Beton
 
Pemadatan beton dilakukan segera setelah beton dituang, dan sebelum terjadi waktu setting awal dari beton segar.

Setting beton segar di lapangan  dapat diperiksa dengan menusuk tongkat ke dalam beton tanpa kekuatan dan dapat masuk 10 cm. 
 
Tujuan pemadatan beton segar adalah untuk menghilangkan rongga-rongga udara sehingga dapat mencapai kepadatan maksimal.

Tingkat kepadatan yang dapat dicapai bergantung pada:
  1. Komposisi bahan beton.
  2. Cara dan usaha pemadatan di lapangan.
Pemadatan umumnya dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara manual atau menggunakan alat getar mekanis (vibrator).

Pemadatan dengan cara manual dilakukan dengan menusukkan sebatang tongkat atau besi tulangan ke dalam adukan beton yang telah dituang secara berulang-ulang, atau dengan menumbuk beton segar dengan alat penumbuk. Pemadatan dengan penumbukan dilakukan bila pengecoran beton dengan air yang sangat sedikit, atau campuran yang kaku. Pemadatan dengan penusukan tongkat dilakukan terhadap beton yang cukup plastis.  

Pemadatan secara mekanis paling banyak dengan menggunakan jarum penggetar yang terdiri dari mesin dan selang karet dengan ujung baja lancip yang bergetar dengan jumlah getaran antara 3000 sampai 12000 getaran per menit.

Hal-hal yang perlu diperhatikan saat dilakukan pemadatan adalah :
  1. Pemadatan dilakukan sebelum waktu setting, biasanya antara 1 sampai 4 jam bergantung apakah ada pemakaian admixture.
  2. Alat pemadat tidak boleh menggetar pembesian, karena akan menghilangkan/melepaskan kuat lekat antara besi dengan beton yang baru dicor dan memasuki tahap waktu setting (setting time).
  3. Pemadatan tidak boleh terlalu lama untuk menghindari bleeding, yaitu naiknya air atau pasta semen ke atas permukaan beton dan meningggalkan agregat di bagian bawah. Hal ini dapat menimbulkan permukaan kasar (honeycomb) di bagian bawah, dan beton yang lemah di dekat permukaan karena hanya terdiri dari pasta semen.
  4. Untuk pengecoran bagian yang sangat tebal atau pengecoran massal, penuangan dan pemadatan dilakukan berlapis-lapis. Tebal setiap lapisan tidak boleh lebih dari 500 mm.
3.7  Perawatan Beton
 
Tujuan perawatan beton adalah memelihara beton dalam kondisi tertentu pasca-pembukaan bekisting (demoulding of form work) agar optimasi kekuatan beton dapat dicapai mendekati kekuatan yang telah direncanakan.
 
Setelah campuran beton dituang, harus dilindungi dari pengaruh panas matahari sehingga tidak terjadi penguapan cepat. Beton harus dibasahi minimal selama dua minggu setelah pengecoran.

Air yang dipergunakan untuk pembasahan permukaan beton harus bersih dari bahan kimia yang berpotensi menimbulkan kerusakan pada beton.
 
Pembasahan permukaan beton secara terus menerus harus dipadukan dengan proteksi terhadap penguapan air segera setelah pengecoran. Alternatif cara yang paling umum digunakan yaitu dengan menyelimuti permukaan beton menggunakan sejenis karung goni basah yang ditutupkan langsung pada permukaan beton.
 
Dengan kondisi curing normal, beton akan mengeras secara perlahan. Perawatan beton harus dipertahankan minimal 14 hari untuk mendapatkan kekuatan akhir yang mendekati kekuatan beton yang dirawat 28 hari. Dengan mengerasnya pasta beton, akan terbentuk penampang beton sesuai dengan bentuk yang diinginkan.
 
4.  Kesimpulan
 
Pelaksanaan pengecoran beton di lapangan harus sesuai dengan prosedurnya termasuk perawatan beton pasca konstruksi, agar mutu beton dalam pelaksanaannya secara optimum mendekati mutu beton hasil penelitian di laboratorium.

Saturday, 20 December 2014

Review Perhitungan Luas Tulangan Beton

Pada pelaksanaan pekerjaan struktur beton bertulang di lapangan, terkadang diperlukan review ulang terhadap luas tulangan beton, terutama apabila ada penggantian atau ketidak sesuaian antara ketersediaan material di lokasi proyek dengan spesifikasi desain awal.

Konversi atau perubahan desain penulangan mutlak diperlukan bila terjadi kondisi seperti di atas, namun ketentuan dasar dalam konversi yang harus diperhatikan yaitu :
  1. Jangan dicampur antara jenis tulangan yang berbeda mutu (fy) dalam satu penampang untuk satu macam pemakaian tulangan (tulangan lentur, tulangan tekan atau sengkang geser).
  2. Sebisa mungkin tidak melakukan perubahan penampang struktur beton bertulang yang dikonversikan tulangannya.
  3. Setelah dilakukan konversi, perlu diperiksa kembali pengaturan penempatan tulangan tidak melanggar ketentuan jarak minimum maupun maksimum antar tulangan.
Batasan penempatan jarak bersih minimum antar tulangan dalam struktur beton (sesuai dengan SNI 03-32847-2002 point 9.6.1 maupun PBI 1971 point 8.16) yang secara umum menyebutkan tidak boleh kurang dari db (diameter tulangan) atau 25 mm.

Dalam beberapa kasus yang pernah ditemui terkait dengan konversi jumlah tulangan struktur beton, ada 2 macam kasus, yaitu :
  1. Tulangan di lokasi proyek dengan diameter tulangan sesuai desain teknis namun mutu baja tidak memenuhi desain awal. 
  2. Tulangan di lokasi proyek dengan diameter tulangan tidak sesuai desain teknis sedangkan mutu baja tulangan memenuhi desain awal. 
Dari kedua kasus tersebut cara konversi yang dilakukan hampir mirip dengan hasil akhir adalah perubahan jumlah/luasan tulangan, berikut akan disajikan perhitungan konversi yang sering dilakukan pada saat review luas tulangan beton, sebagai sharing dan bahan diskusi.

A.  Review Tulangan Dengan Mutu Berbeda Dari Desain

Karena kondisi tulangan berbeda mutunya maka perlu dilakukan perhitungan dari awal. Contoh kondisi kasus  :
  1. Mutu baja sesuai dengan desain awal BJTD-40 
  2. Mutu baja tulangan di lokasi proyek BJTD-35 
  3. Review perhitungan luas tulangan dari dua jenis baja tulangan dengan mutu berbeda tersebut dijabarkan pada tabel di bawah  :
  4. Gb. 1 - Tabel perhitungan konversi tulangan
    Gb. 1 - Tabel perhitungan konversi tulangan
  5.  Kesimpulan dari perhitungan di atas adalah, apabila baja tulangan dengan mutu BJTD-35 tetap akan digunakan, maka luas tulangannya 1,12 (pembulatan dari 1,1143) kali lebih besar dari desain awal yang menggunakana baja tulangan dengan mutu BJTD-40
  6.  Bila dengan baja tulangan BJTD-40 tulangan desain D13-150 dengan luas 7,964 cm2, maka dengan baja tulangan BJTD-35 tulangan menjadi D13-130 dengan luas 9,189 cm2.
Apabila menginginkan cara cepat dalam review luasan tulangan berdasarkan perbedaan mutu baja tulangan, dilakukan dengan cara membandingkan antar mutu baja tulangan, dimana selisih perbandingan antara kedua mutu tulangan itulah sebagai dasar penambahan jumlah luas tulangan yang akan digunakan.

Pada contoh kasus di atas, mutu baja tulangan lebih rendah dari desain 390 MPa yaitu 350 MPa, maka dari perbandingan tersebut luas tulangan harus ditambah 11% lebih banyak. Hasilnya sama dengan review perhitungan sesuai tabel di atas.



Saturday, 29 November 2014

Review Pengujian Sampel Beton Sebagai Penerimaan Job Mix Desain

Dalam mendapatkan suatu mutu beton serta sebagai pedoman dalam pengendalian mutu beton (quality control) pada pelaksanaan beton dilapangan, perlu dilakukan serangkaian pemeriksaan dan pengujian laboraturium pada bahan-bahan (agregat) yang akan digunakan untuk pembuatan beton tersebut.

Job mix desain dapat didefinisikan sebagai proses merancang serta memilih bahan campuran dan menentukan proporsi relatif dengan tujuan memproduksi beton sesuai dengan spefisikasi mutu yang disyaratkan.

Beberapa parameter persyaratan minimum perancangan campuran beton yang harus diperhatikan dalam desain beton (seperti tercantum dalam PBI 1971 maupun SNI Beton 2002) antara lain  :
  1. Kuat tekan minimum yang didapat dari pertimbangan structural
  2. Kemudahan pengerjaan yang dibutuhkan untuk pemadatan sesuai dengan peralatan pemadatan yang tersedia
  3. Faktor air-semen (fas) maksimum dan/atau kandungan semen maksimum untuk memberikan ketahanan yang cukup sesuai dengan kondisi-kondisi lokasi pengerjaan
  4. Kandungan semen maksimum untuk menghindari penyusutan, keretakan akibat siklus temperatur dalam massa beton
Pengujian hasil campuran beton tersebut kemudian akan diuji dengan benda uji kubus/silinder setelah dicapai umur beton tertentu untuk mengetahui mutu berapa sebenarnya mutu beton yang diperoleh.

Metode perhitungan dan pemilihan material campuran beton tidak akan dijelaskan di sini karena tulisan kali ini akan mengulas bagaimana evaluasi tes benda uji beton kubu/silinder sebagai evaluasi mix desain yang dilakukan telah mencapai mutu beton yang disyaratkan.
Dikutip dari PBI 1971 point 4.5 Mutu Pelaksanaan dan Kekuatan Tekan Beton Karakteristik, menyatakan bahwa :
Beton adalah suatu bahan konstruksi yang mempunyai sifat kuatan tekan yang khas, yaitu apabila digunakan dengan sejumlah besar benda-benda uji, nilainya akan menyebar sekitar suatu nilai rata-rata tertentu. Penyebaran dari hasil-hasil pemeriksaan ini akan kecil atau besar bergantung pada tingkat kesempurnaan dari pelaksanaannya. Dengan menganggap nilai-nilai dari hasil pemeriksaan tersebut menyebar normal (mengkuti lengkung dari Gauss) maka ukuran besar kecilnya penyebaran dari nilai-nilai hasil pemeriksaan tersebut menjadi ukuran dari mutu pelaksanaannya.
Berdasarkan ketentuan di atas, berikut akan disajikan bagaimana evaluasi pengujian sampel beton yang sering saya lakukan (sesuai dengan PBI 1971), sebagai referensi, berbagi dan mungkin koreksi serta masukan bila ada point yang terlewat dari apa yang selama ini saya lakukan.

a. Laporan hasil uji sampel beton

Berikut disajikan contoh laporan pengujian sampel beton berdasarkan hasil job mix desain. Data job mix desain sebagai berikut  :
  1. Mutu beton desain K-225 (benda uji kubus dengan sisi 15 cm) yang artinya memilki kuat tekan beton pada umur 28 hari sebesar 225 kg/cm2
  2. Campuran beton normal tanpa addictive 
  3. Agregat halus pasir alami dan agregat kasar batu pecah/split
  4. Semen yang digunakan semen type I (berhubungan dengan penggunaan tabel konversi umur terhadap kuat tekan beton)
  5. Peruntukan beton adalah untuk struktur pondasi
Data pengujian sampel beton
Gb. 1 - Data pengujian sampel beton

b. Tabulasi hasil pengujian sampel beton

Untuk memudahkan evaluasi hasil pengujain sampel beton perlu disusun dalam tabulsi perhitungan yang menampilkan sekaligus parameter yang akan ditinjau, antara lain  :
  1. Jenis benda uji, kubus atau silinder 
  2. Umur benda uji, berkaitan dengan konversi umur terhadap kuat tekan beton
  3. Standar deviasi, menunjukkan mutu pelaksanaan
  4. Faktor air semen dan jumlah semen minimum sesuai dengan kondisi beton dalam struktur
  5. Nilai slump sesuai dengan peruntukan beton dalam struktur
Tabulasi data hasil pengujian sampel beton
Gb. 1 - Tabulasi data hasil pengujian sampel beton



 b.1 Jenis benda uji

Benda uji dalam pengujian adalah kubus sisi 15 cm sehingga nilai hasil pengujian tersebut bisa langsung dilakukan analisa statistik. Terkait dengan benda uji dalam PBI 1971 dinyatakan terdapat perbedaan kuat tekan berdasarkan masing-masing benda uji, sebagai berikut  :

Perbandingan kuat tekan berbagai benda uji
Gb. 3 - Perbandingan kuat tekan berbagai benda uji

b.2 Umur benda uji

Umur mutu beton yang disyaratkan K-225 merupakan besarnya kuat tekan beton berumur 28 hari, namun untuk pengujian sampel beton tidak perlu menunggu hingga  umur beton mencapai 28 hari. Kuat tekan beton umur 28 hari bisa diprediksi dengan menggunakan tabel konversi umur terhadap kuat tekan beton sesuai dengan yang tercantum pada PBI 1971.

Perbandingan kuat tekan beton pada berbagi umur
Gb. 4 - Perbandingan kuat tekan beton pada berbagi umur

Dari data pengujian sampel beton yang diberikan dinyatakan bahwa benda uji berumur 7 hari, maka dalam analisa hasil uji tersebut dikonversikan ke umur 28 hari (dengan cara hasil kuat tekan 7 hari dibagi dengan 0,65).

Yang perlu diingat dalam menggunakan tabel konversi kuat tekan beton adalah jenis semen yang digunakan dalam campuran beton karena konversi tersebut hanya dikhususkan untuk jenis semen seperti yang tercantum dalam tabel.

b.3 Standar deviasi

Rumus standar deviasi seperti yang tercantum dalam PBI 1971 adalah sebagai berikut  :

Rumus standar deviasi
Gb.5 - Rumus standar deviasi

Peritungan standar deviasi dalam analisa ini memiliki beberapa peranan, antara lain  :
  • mengetahui kualitas/mutu pelaksanaan, dalam PBI 1971 ditabelkan hubungan antara mutu pelaksanaan dengan besarnya sebagai berikut  :

Mutu pelaksanaan diukur dengan standar deviasi
Gb. 5 - Mutu pelaksanaan diukur dengan standar deviasi

  • menentukan kuat tekan beton karakteristik, dalam PBI 1971 mutu beton karakteristik dengan menganggap bahwa hasil pengujian sampel beton mengikuti sebaran normal (lengkung Gauss) dan dengan 5% kemungkinan adanya nilai kuat tekan yang tidak memenuhi syarat mutu beton dirumuskan sebagai berikut  :

Kuat tekan beton karakteristik
Gb. 6 - Kuat tekan beton karakteristik

Hasil perhitungan sesuai dengan yang ditampilkan pada tabulasi data hasil pengujian, nilai standar deviasi sampel beton 18,24 dan dengan nilai tersebut diperoleh kuat tekan beton karakteristik sebesar 273,86 kg/cm2.

b.4  Faktor air semen dan jumlah semen minimum

Faktor air semen berhubungan  kekentalan (konsistensi) beton, yang besarannya disesuaikan dengan cara transportasi beton ke lokasi pengecoran, cara pemadatan, jenis konstruksi dan kerapatan tulangan. Faktor air semen dan jumlah semen minimum dengan berbagai kondisi beton sudah ditetapkan dalam PBI 1971 sebagai berikut  :

Faktor air semen dan jumlah semen minimum
Gb. 7 - Faktor air semen dan jumlah semen minimum

Hasil analisa sesuai dengan yang ditampilkan pada tabulasi data hasil pengujian, besarnya faktor air semen yang digunakan 0,51 dan jumlah semen per m3 beton sebesar 386 kg.

b.5 Nilai slump

Kekentalan adukan beton dapat diperiksa dengan pengujian slump. Adukan beton untuk keperluan pengujain slump harus diambil langsung dari mesin pengaduk beton. Ukuran besarnya nilai slump dengan menggunakan kerucut Abrams (sebuah kerucut terpancung dengan diameter atas 10 cm, diameter bawah 20 cm dan tinggi 30 cm). Untuk mencegah adukan beton yang terlalu kental atau bahkan terlalu encer maka PBI 1971 menyajikan nilai slump untuk berbagai pekerjaan beton sebagai berikut  :

Nilai slump untuk berbagai pekerjaan beton
Gb. 8 - Nilai slump untuk berbagai pekerjaan beton

Hasil pengujian sampel beton di atas memiliki nilai slump sebesar 9,00 cm.

c. Kesimpulan

Dari hasil perhitungan serta analisa terhadap pengujian sampel beton, dan dibandingkan dengan persyaratan minimum perancangan campuran beton sesuai dengan PBI 1971, dapat disimpulkan  :
  • Benda uji sampel beton yang digunakan kubus sisi 15 cm
  • Sampel beton saat diuji berumur 7 hari
  • Standar deviasi hasil pengujian sebesar 18,24 
  • Kuat beton karakteristik (beton umur 28 hari) 273,86 kg/cm2  >  dari mutu beton yang disyaratkan 225 kg/cm2
  • Faktor air semen 0,51  <  nilai faktor air semen maksimum sebesar 0,55
  • Jumlah semen per m3 beton 386 kg  >  jumlah minimum 325 kg
  • Nilai slump sebesar 9,00 cm, sesuai batas nilai slum 5,0 - 12,5 cm
Maka job mix desain yang  dilakukan telah memenuhi spesifikasi mutu beton yang disyaratkan dan dapat diterima.

Dengan dilakukannya evaluasi job mix desain beton akan lebih dapat menjaga kualitas mutu beton tercapai sesuai dengan mutu yang disyaratkan. 

Sebagai catatan tambahan, umumnya hasil job mix tersebut akan disajikan kembali dalam satuan takaran dolak (alat takar pasir dan batu split berbentuk kotak terbuat kayu dengan dimensi tertentu sesuai proporsi job mix desain yang dilakukan) sebagai pedoman dan memudahkan pelaksanaan serta kontrol di lapangan.